Jurnal Biologi Universitas Andalas (J. Bio. UA.)
2(3) – September 2013: 194-200: (ISSN : 2303-2162)
Analisis Histologis Ginjal Ikan Asang (Osteochilus hasseltii ) di Danau Maninjau
dan Singkarak, Sumatera Barat
Histological Analysis of Kidney of Silver Sharkminnow (Osteochilus hassletii) from
Maninjau and Singkarak Lakes, West Sumatra
Sayati Mandia1), Netti Marusin1) dan Putra Santoso2)
1)
Laboratorium Struktur Perkembangan Hewan, Jurusan Biologi, FMIPA Universitas Andalas, Padang,
Sumatera Barat 25163
2)
Laboratorium Fisiologi Hewan, Jurusan Biologi, FMIPA Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat
25163
Koresponden: sayatimandia@ymail.com
Abstract
A study on kidney histology of Silver Sharkminnow (Osteochilus hassletii) sampled from
Maninjau and Singkarak Lakes, West Sumatra has been done from December 2012 to April
2013 at Animal Structure and Development Laboratory, Department of Biology, Andalas
University, Padang. Direct observation and purposive sampling were conducted at four
locations around Singkarak Lake (Sumani, Paninggahan, Sumpur, Ombilin) and one location in
Maninjau Lake (Tanjung Sani). Histological samples of kidneys were isolated, fixated,
dehydrated and embedded on paraffin and stained using Haematoxylin-Eosin. The results
showed some histological alterations of kidney samples from all locations. Those alteration
varied from cell hypertrophy, lysis, necrosis and emerging of scrape tissues. There were no
significant differences on the degree of alteration among all populations. Those result indicated
that both lakes had been experienced organic pollutions.
Keywords: Silver Sharkminnow (Osteochilus hasseltii C.V), Histopatology, Kidney, Singkarak
Lake, Maninjau Lake.
Pendahuluan
Ikan
Asang
(Osteochilus
hasseltii)
merupakan salah satu jenis ikan air tawar
yang memiliki nilai ekonomis cukup tinggi.
Ikan tersebut tersebar di pulau Jawa,
Kalimantan, Sulawesi dan Sumatera. Di
Sumatera, ikan Asang dapat ditemui di
berbagai sungai dan danau (Kottelat et al.,
1993). Danau-danau yang menjadi habitat
spesies tersebut di Sumatera Barat
diantaranya adalah danau Singkarak dan
Maninjau.
Danau Singkarak dan Danau
Maninjau memiliki beberapa perbedaan
mendasar secara geologis dan ekologis.
Danau Singkarak merupakan danau
tektonik (Syandri, 1996), sedangkan Danau
Maninjau merupakan danau kaldera (KLH,
2011). Temperatur air di Singkarak berkisar
antara 25oC–27oC, sedangkan di Maninjau
berkisar antara 28,13oC–28,47oC. Aktivitas
perikanan dengan sistem keramba jala
apung (KJA) di Singkarak masih tergolong
sedikit dibandingkan dengan Maninjau
yang secara kuantitatif telah melampaui
daya dukung lingkungan (KLH, 2011;
Syandri, 2008).
Penurunan kualitas perairan yang
terjadi akibat pencemaran dapat memicu
kerusakan secara struktural dan fungsional
pada berbagai organ ikan. Salah satu organ
yang sensitif terhadap pencemaran adalah
ginjal. Ginjal melakukan fungsi penting
yang berkaitan dengan elektrolit dan
keseimbangan air serta mempertahankan
lingkungan
internal
yang
stabil
(osmoregulasi). Organ ginjal dapat di
jadikan indikator adanya pencemaran
perairan (Hinton and Lauren, 1990).
Pathan dkk (2010) melaporkan
bahwa ginjal ikan air tawar mengalami
kerusakan pada perairan yang tercemar
limbah kertas. Kerusakan ginjal berupa
195
Jurnal Biologi Universitas Andalas (J. Bio. UA.)
2(3) – September 2013: 194-200: (ISSN : 2303-2162)
hipertropi nekrosis sel pada jaringan
hemetopoitek, tidak terdapat inti piknotik
pada tubulus ginjal, nekrosis tubular dan
atrofi, serta pembesaran ruang intrakapsular
glomerulus. Berdasarkan alasan-alasan
yang telah dikemukakan, maka penelitian
tentang analisis histologis ginjal ikan asang
(Osteochilus hasseltii C.V.) di Danau
Maninjau dan Singkarak sangat penting
untuk dilakukan. Penelitian ini diharapkan
dapat menjadi informasi penting bagi
evaluasi terhadap kualitas lingkungan
danau.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan adalah metode
survei dan observasi terhadap kondisi
histologi ginjal ikan asang (O. hasseltii)
secara mikroskopis yang dikoleksi langsung
di lapangan dengan mengunakan metode
purposive sampling. Preparat histologi
insang dibuat dengan metode parafin dan
pewarnaan Haematoxylin-Eosin (Suntoro,
1983).
Hasil dan Pembahasan
Histologi Insang O. hasseltii di Danau
Singkarak dan Maninjau
Perubahan histologi yang umum dialami
oleh ikan Asang di Singkarak dan Maninjau
berupa edema (pembengkakan sel),
hipertropi sel, lisis sel, nekrosis sel dan
adanya jaringan parut. Kondisi kerusakan
histologi ginjal ikan Asang di Danau
Singkarak dan Maninjau termasuk tingkat
kerusakan terparah beradasarkan pola
pembagian tingkat kerusakan histologi
ginjal oleh Carmago dan Martinez (2007).
Berdasarkan gambar 1-5 ginjal ikan
Asang menunjukkan adanya kerusakan
pada tubulus dan glomerulus berupa
hipertropi (pembengkakan) sel tubulus dan
hipertropi
glomerulus
sehingga
menyebabkan reduksi rongga filtrat, lisis
sel, nekrosis sel dan adanya jaringan parut
(jaringan ikat). Hipertropi yakni kerusakan
jaringan yang ditandai dengan pertambahan
ukuran organ akibat bertambahnya ukuran
sel sehingga sel yang satu dengan yang
lainnya saling lepas. Karakteristik dari
hipertropi ini dapat dilihat dengan
mengecilnya lumen pada tubulus dan
membesarnya sel-sel tubulus. Hipertropi
glomerulus
terjadi
karena
adanya
penyumbatan senyawa yang bersifat toksik,
walaupun konsentrasinya rendah namun
terkontaminasi cukup lama dalam tubuh
ikan (Takashima dan Hibiya, 1995).
Lisis dan hipertropi merupakan
gejala awal nekrosis. Hal demikian
berpengaruh terhadap fungsi ginjal dan
metabolisme. Kerusakan pada dinding sel
atau terhambatnya sintesis dinding sel
akibat
senyawa
tertentu
akan
mengakibatkan lisis pada sel. Semakin
lama ginjal terpapar senyawa toksik, maka
jumlah sel jaringan organ ginjal yang
mengalami
nekrosis semakin besar
(Takashima dan Hibiya, 1995).
Nekrosis menggambarkan keadaan
terjadinya penurunan aktivitas jaringan
yang ditandai dengan hilangnya beberapa
bagian sel satu demi satu dari satu jaringan
sehingga dalam waktu yang tidak lama akan
mengalami kematian. Kematian sel-sel atau
jaringan yang menyertai degenerasi sel
pada setiap kehidupan hewan merupakan
tahap akhir degenerasi yang irreversibel.
Gambaran sitoplasma yang mengalami
nekrosis mencakup eosinophilia yang
parah, hilangnya basophilia dan fragmentasi
atau hyalinisasi dari komponen sitoplasma
(Takashima dan Hibiya, 1995).
Kerusakan nepron ginjal yang parah
menyebabkan gagal ginjal. Kerusakan 70%
nefron ginjal menunjukkan bahwa 70%
nefron kehilangan fungsi sebagai organ
filtrasi. Kerusakan salah satu organ ginjal
menyebabkan keseimbangan volume cairan
tubuh ikan terganggu (Soemirat, 2003).
Hilangnya fungsi ginjal secara kronis
menyebabkan terbentuknya jaringan parut
secara progresif pada seluruh ginjal.
Jaringan ini terbentuk sebagai reaksi
terhadap peradangan (akibat masukan
toksik dari dalam darah) juga sebagai
pertahanan dari jaringan (Dellman dan
Brown, 1992). Menurut Bevelander dan
Ramaley (1988) perubahan yang terjadi
pada glomerulus dan kapsula akan
mengakibatkan
terganggunya
fungsi
produksi filtrat dan kontrol komposisi filtrat
sendiri, sementara perubahan pada tubula
196
Jurnal Biologi Universitas Andalas (J. Bio. UA.)
2(3) – September 2013: 194-200: (ISSN : 2303-2162)
mengakibatkan
terganggunya
proses
reabsorbsi daripada filtrat.
2
1
5
3
4
Gambar 1. Histologi Ginjal O.hasseltii Pada Lokasi Sumani (Singkarak). Pewarnaan HE (Perbesaran
40x10;Bar = 10 µm) 1. Hipertropi; 2 lisis; 3 Reduksi rongga filtrat; 4 nekrosis ; 5 jaringan parut).
5
3
1
4
2
Gambar 2. Histologi Ginjal O.hasseltii Pada Lokasi Paninggahan (Singkarak). Pewarnaan HE (Perbesaran
40x10;Bar = 10 µm) 1. Hipertropi; 2 lisis; 3 Reduksi rongga filtrat; 4 nekrosis ; 5 jaringan parut.
197
Jurnal Biologi Universitas Andalas (J. Bio. UA.)
2(3) – September 2013: 194-200: (ISSN : 2303-2162)
5
3
1
2
4
Gambar 3. Histologi Ginjal O.hasseltii Pada Lokasi Sumpur (Singkarak). Pewarnaan HE (Perbesaran
40x10;Bar = 10 µm) 1. Hipertropi; 2 lisis; 3 Reduksi rongga filtrat; 4 nekrosis; 5 jaringan parut.
4
3
2
5
1
Gambar 4. Histologi Ginjal O.hasseltii Pada Lokasi Ombilin (Singkarak). Pewarnaan HE (Perbesaran
40x10;Bar = 10 µm)1. Hipertropi; 2. Lisis ; 3 Reduksi rongga filtrate ; 4 nekrosis ; 5 jaringan parut.
198
Jurnal Biologi Universitas Andalas (J. Bio. UA.)
2(3) – September 2013: 194-200: (ISSN : 2303-2162)
2
1
Gambar 5. Histologi Ginjal O.hasseltii Pada Lokasi Tanjung Sani (Maninjau). Pewarnaan HE (Perbesaran
40x10;Bar = 10 µm)1. Nekrosis sel; 2 jaringan parut.
Pencemaran perairan di Danau
Singkarak dan Maninjau diduga oleh
kegiatan domestik, perhotelan, keramba jala
apung (KJA), pertanian, peternakan, dan
pasar. Berdasarkan laporan Kementrian
Lingkungan Hidup Strategi (KLHS)
Kabupaten Agam (2009), hasil analisis
kualitas air menunjukkan kadar amoniak di
perairan Danau Maninjau berkisar antara
0,22–0,26 mg/l, dengan nilai rata-rata
adalah 0,255 mg/l. Berdasarkan baku mutu
air kelas 1 sebagai sumber air baku air
minum mensyaratkan kandungan ammonia
maksimal 0,5 mg/l. Menurut Sawyer and
McCarty (1978) kadar ammonia bebas
melebihi 0,02 mg/L bersifat toksik bagi
beberapa jenis ikan. Pada jaringan
histologis ginjal mengakibatkan kerusakan
parah pada sel tubulus proksimal yang
sensitif terhadap toksin.
Hasil pengukuran kandungan nitrit di
perairan Danau Maninjau berkisar antara
0,07–0,08 mg/l, dengan nilai rata-rata 0,072
mg/l, sedangkan kandungan nitrit di Danau
Singkarak berkisar antara 0,85-1,22 ng/l.
Tingginya kandungan nitrit di Laporan
KLHS Kabupaten Agam perairan danau
diduga berasal dari masukan limbah rumah
tangga dan limbah KJA. Secara umum nilai
nitrit di perairan danau sudah melampaui
ambang batas baku mutu air kelas 1 yang
mensyaratkan kandungan nitrit < 0,06 mg/l.
Nitrit merupakan senyawa nitrogen beracun
yang biasanya ditemukan dalam jumlah
yang sangat sedikit. Tingginya senyawa
nitrit juga berdampak terhadap kerusakan
dan proses metabolisme ginjal. Hal ini
disebabkan kaena senyawa nitrit dapat
mengikat haemoglobin dalam darah,
sehingga dapat mengurangi kemampuan
haemoglobin sebagai pembawa oksigen
dalam darah dan mengakibatkan terjadinya
hipoksia. Hipoksia dapat terjadi akibat
terganggunya sistem sirkulasi oleh zat
toksik yang masuk.
Cedera hipoksia
bergantung pada kecepatan transport ion di
dalam tubulus proksimal dan jerat Henle.
Hipoksia dipengaruhi oleh kebutuhan
energi dan penggunaan oksigen yang
menyebabkan kematian sel (Cheville
,1999).
Pengukuran kadar Posfor dalam air
memperlihatkan terjadinya peningkatan
kadar posfat meskipun hal tersebut masih
dibawah nilai baku mutu. Adanya kadar
posfat yang mencapai batas ambang (1
mg/L) membuktikan bahwa adanya
aktivitas buangan limbah. Hal ini sejalan
dengan pendapat Effendi (2000) Fosfat
yang terdapat di perairan bersumber dari air
buangan penduduk (limbah rumah tangga)
berupa deterjen, residu hasil pertanian
(pupuk), limbah industri, hancuran bahan
organik dan mineral fosfat. Umumnya
199
Jurnal Biologi Universitas Andalas (J. Bio. UA.)
2(3) – September 2013: 194-200: (ISSN : 2303-2162)
kandungan fosfat dalam perairan alami
sangat kecil dan tidak pernah melampaui
0,1 mg/l, kecuali bila ada penambahan dari
luar oleh faktor antropogenik seperti dari
sisa pakan ikan dan limbah pertanian.
Hal ini menunjukkan bahwa di
perairan danau terjadi akumulasi fosfat
yang bersumber dari kegiatan KJA. Selain
berasal dari sisa pakan ikan, kotoran
manusia dan deterjen juga mengandung
unsur fosfor yang cukup tinggi yang dapat
meningkatkan kandungan fosfat di perairan
danau. Fosfat yang terdapat di perairan
sungai atau danau bersumber dari kegiatan
antropogenik seperti limbah perkotaan dan
pertanian serta polifosfat yang terdapat
pada deterjen serta akumulasi pestisida di
perairan danau Effendi (2000) .
Ginjal ikan merupakan salah satu
organ pertama yang terpapar oleh
pencemaran
perairan (Thophon dkk.,
2003). Kebanyakan perubahan yang di
temukan pada ginjal ikan di perairan yang
tercemar berupa degenarasi tubulus
(hipertropi, lisis, nekrosis)dan perubahan
pada renal korpuskel seperti hipertropi
glomerulus dan reduksi rongga filtrat
(Takashima dan Hibia,1995). Pencemaran
logam menyebakan terjadinya perubahan
pada tubulus dan glomerulus, seperti yang
telah dijelaskan oleh Thophon dkk (2003)
pada ikan merah (Lates calcarifer) yang
tercemar oleh kadmium; Handy dan
Penrince (1993) menemukan terjadinya
hipertropi pada sel-sel glomerulus dan
melanomacrophages pada ginjal ikan air
tawar
(Salmo
trutta)
dan
tilapia
(Orechromis
mossambicus)
yang
tercemaroleh
merkuri.
Hipertropi
glomerulus, reduksi rongga filtrat ginjal
Prochilodus lineatus juga ditemukan pada
penelitian Camargo dan Mertinez (2007).
Perubahan yang sama juga terjadi pada
pencemaran limbah organik (Veiga et al,.
1997) dan zat pencemar yang bercampur
(Schwaiger dkk., 1997; Pacheco dan
Santos, 2002).
Pengamatan perubahan histologi
ginjal ikan Asang (O. Hasseltii) pada
penelitian ini mengindikasi bahwa ikan
Asang telah terpapar oleh pencemaran air di
Danau Maninjau dan Singkarak yang
diakibatkan oleh tekanan lingkungan berupa
senyawa-senyawa toksik yang di duga dari
limbah organik, sisa pakan, limbah rumah
tangga ataupun pestisida yang masuk ke
badan
perairan
dan
terakumulasi.
Pencemaran air di kedua danau tersebut
didukung dengan adanya data kuantitatif
dari kondisi histologi ginjal berupa jumlah
glomerulus, diameter glomerulus serta
persentasi tingkat kerusakan glomerulus.
Hasil
dari
penelitian
ini
dapat
mengkonfirmasi
bahwa
perubahan
histolpatologi merupakan indikator yang
baik untuk kualitas perairan. Hal ini
menegaskan bahwa histopatologi dapat
dijadikan sebagai evaluasi dari pencemaran
awal pada perairan terhadap senyawa kimia
yang menyebabkan stress pada organisme
akuatik.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian terhadap
analisis struktur histologi ginjal ikan Asang
(Osteochilushasseltii C.V) pada beberapa
lokasi di Danau Singkarak dan Maninjau
didapatkan kesimpulan sebagaiberikut:
1. Kerusakan histologi ginjal yang
dialami oleh ikan Asang di Danau
Singkarak dan Maninjau adalah
hipertropi sel pada tubulus, reduksi
rongga filtrat, lisis sel, nekrosis sel,
dan jaringan parut.
2. Terdapat
perbedaan
nilai
skor
kerusakan ginjal ikan Asang yang
signifikan di Danau Singkarak dan
Maninjau.
Ucapan Terima Kasih
Terima kasih kepada Dr. Djong Hon Tjong
selaku reviewer dan semua pihak yang telah
membantu.
Daftar Pustaka
Bevelander, G dan J. Ramaley. 1988.
Dasar-dasar Histologi. Penerbit
Erlangga :Jakarta
Camargo, M. M. P dan C. B. R. Martinez.
2007. Histopathology of Gills,
Kidney and Liver of a neutropical
fish caged in an urban stream.
200
Jurnal Biologi Universitas Andalas (J. Bio. UA.)
2(3) – September 2013: 194-200: (ISSN : 2303-2162)
Neotropical Ichtiology, 5(3):327-336,
2007.
Cheville N. F. 1999. Introduction to
Veterinary Pathology. 2nd ed. United
State of America: Iowa State
University Press.
Dellman, D and Brown, E. M.. 1992. Buku
Teks Histologi Veteriner II. Penerbit
Universitas Indonesia. Jakarta.
Effendi, Hefni. 2000. Telaahan kualitas air.
IPB: Bogor
Handy, R. D. and W. S. Penrice. 1993. The
influence of high oral doses of
mercuric chloride on organ toxicant
concentrations and histopathology in
rainbow trout, Oncorhynchus mykiss.
Comparative
Biochemistry
and
Physiology (C), 106: 717-724.
Hinton, D. E. and Lauren, D. J. 1990.
Integrative
Histopathological
Approaches to Detecting Effects of
Environmental Stressors on Fishes.
In: Biological Indicators of Stress in
Fish, Adams, S.M. (Ed.).American
Fisheries Society, Bethesda,MD.
Kementerian Lingkungan Hidup [KLH].
2011. Profil1 5 Danau Prioritas
Nasional 2010-2014. Kementrian
Lingkungan Hidup. Jakarta.
.2009. Laporan KLHS Kabupaten
Agam. Kementrian
Lingkungan
Hidup. Jakarta.
Kottelat M., Whitten A. J., Kartikasari S.
N.,
Wirdjoadmodjo
S.
1993.
Freshwater fishes of Western
Indonesia and Sulawesi. Periplus.
Jakarta.
Pacheco, M. & M. A. Santos. 2002.
Biotransformation, genotoxic and
histopathological
effects
of
environmental
contaminants
in
European eel (Anguilla anguilla L.).
Ecotoxicology and Environmental
Safety, 53: 331-347.
Pathan T. S., Shinde, S. E., Thete, P. B.,
and Sonawane, D. L. 2010.
Histopathology of Liver and Kidney
of Rasbora daniconius Exposed to
paper Mill Effluent. Department of
Zoology, Kalikadevi Arts, Commerce
and Sciense College, Shirur (K.A.)
Shirur, District Beed (M.S),India.
Price, S. A., Wilson, L. M. 1992. Clinical
Concepts of Diseases Processes.
Mosby Year Book, Inc.
Sawyer, C. N and McCarthy, P. L. 1978.
Chemistry
for
Environment
Engineering.
Third
Edition.
McGraw-Hill
Book
Company.
Tokyo. 532p.
Schwaiger, J., Wanke, R., Adam, S.
Pawert, M., Honnen, W. &
Triebskorn, R. 1997. The use of
histopatological
indicators
to
evaluate contaminant-related stress in
fish. Journal of Aquatic Ecossystem,
Stress and Recovery, 6:75-86.
Soemirat,
J.
(2003).
Toksikologi
Lingkungan .Gaja Mada University
Press. Yogyakarta.
Suntoro, S. H. 1983. Metode Pewarnaan;
Histologi dan Histokimia. Bhratara
Karya Aksara. Jakarta.
Syandri H. 1996. Aspek reproduksi ikan
bilih, Mystacoleuseus padangensis
Bleeker
dan
Kemungkinan
Pembenihannya di Danau Singkarak
[Tesis].
Program
Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Syandri, H. 2008. Ancaman Terhadap
Plasma
Nutfah
Ikan
Bilih
(Mystacoleuseus padangensis Blkr)
dan Upaya Pelestariannya di Danau
Singkarak. FakultasPerikanan dan
Ilmu Kelautan. Universitas Bung
Hatta. 29 hlm.
Takashima, F. and Hibya, T. 1995. An atlas
of fish histology: normal and
pathological features, 2nd ed. Tokyo,
Kodansha.
Thophon, S., M. Kruatrachue, Upathan, E.
S., Pokethitiyook, P., Sahaphong, S.,
Jarikhuan, S. 2003. Histopathological
alterationsof white seabass, Lates
calcarifer
in
acute
and
subchroniccadmium
exposure.
Environmental Pollution, 121: 307320.