Anda di halaman 1dari 6

KERAGAAN PERTUMBUHAN IKAN LOKAL POTENSIAL JAWA BARAT : IKAN NILEM (Osteochilus hasseltii) DAN PANON BEUREUM (Puntius

orphoides)
Oleh: Gleni Hasan Huwoyon1),Vitas Atmadi Prakoso2), dan Nuryadi3) Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Jl. Sempur No. 1, Bogor 16151 Email: 1) gleni_hh@yahoo.com 2) vitas.atmadi@gmail.com 3) nuryadisudarman@yahoo.co.id

ABSTRAKSI Dalam upaya peningkatan produksi perikanan budidaya, komoditas ikan lokal memegang peranan penting dalam mendukung pencapaian target tersebut. Ikan lokal merupakan potensi yang dapat dikembangkan selain ikan-ikan yang telah umum dibudidayakan. Beberapa contoh ikan lokal yang berpotensi adalah ikan nilem dan ikan panon beureum. Kedua jenis ikan ini merupakan komoditas lokal dari daerah Jawa Barat. Pada penelitian ini dilakukan pengamatan terhadap kedua ikan lokal tersebut untuk mengetahui potensi budidaya kedua jenis ikan ini. Parameter yang diamati yaitu pertambahan panjang, pertumbuhan bobot, dan pertambahan biomass. Pengamatan berlangsung selama 6 bulan dengan pengambilan data setiap 1 bulan sekali. Data yang diambil adalah data panjang dan bobot ikan, sehingga dapat diketahui pertambahan panjang, bobot, dan biomass. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini yaitu ikan panon beureum memiliki pertambahan dalam waktu 6 bulan (panjang = 3,72 cm 0,113; bobot = 47,68 gram 10,375; biomass = 1192,10 gram 10,375), sedangkan ikan nilem memiliki pertambhan dalam waktu 6 bulan (panjang = 3,92 cm 0,099; bobot = 46,72 gram 6,675; biomass = 1167,93 gram 6,675). Kata Kunci : Ikan Lokal, Nilem, Panon Beureum, Pertumbuhan

PENDAHULUAN Indonesia memiliki potensi ikan lokal yang cukup besar. Dalam upaya peningkatan produksi perikanan budidaya, komoditas ikan lokal memegang peranan penting dalam mendukung pencapaian target tersebut. Ikan lokal merupakan potensi yang dapat dikembangkan selain ikan-ikan yang telah umum dibudidayakan. Beberapa contoh ikan lokal yang berpotensi adalah ikan nilem dan ikan panon beureum. Kedua jenis ikan ini merupakan komoditas lokal dari daerah Jawa Barat. Ikan nilem (Osteochilus hasselti) hidup pada daerah tropis, dengan kisaran suhu 2225oC (Riehl and Baensch, 1991). Ikan nilem terdapat pada semua jenis habitat, tetapi biasanya terdapat pada sungai besar yang arusnya lambat dengan substrat berlumpur sampai berpasir (Kottelat, 1998). Ikan ini bermigrasi dari sungai ke daerah banjir selama musim banjir dan kembali ke habitat sungai pada akhir periode (Sokheng et al., 1999).

Makanannya adalah akar tanaman (Hydrilla verticillata), alga uniseluler dan beberapa krustasea. Selain itu juga memakan perifiton, dan fitoplankton (Rainboth, 1996). Sedangkan ikan panon beureum (Puntius orphoides) memiliki habitat di segala jenis sungai, baik sungai besar maupun sungai kecil. Tetapi terutama terdapat pada sungai kecil, kanal, dan daerah banjiran (Rainboth, 1996). Ikan ini hidup di daerah tropis dengan kisaran suhu optimal 22 -25oC, sedangkan pH optimalnya adalah 6 6,5 (Riehl and Baensch, 1991). Kadang-kadang ditemukan di daerah tergenang, tetapi biasanya terdapat dalam sungai yang mengalir menuju ke daerah tergenang tersebut. Kedua jenis komoditas lokal ini merupakan komoditas yang potensial untuk pengembangan perikanan budidaya, khususnya untuk peningkatan produksi perikanan di Indonesia. Namun data tentang pertumbuhan ikan nilem dan panon beureum masih belum banyak diketahui. Oleh karena itu, perlu dikaji aspek pertumbuhan ikan nilem dan panon beureum untuk mengetahui sejauh mana potensi kedua jenis ikan ini untuk peningkatan produksi perikanan di Indonesia.

BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di Instalasi Riset Plasma Nutfah Perikanan Air Tawar Cijeruk, Bogor. Ikan yang digunakan adalah dua jenis ikan lokal dari Jawa Barat, yaitu ikan nilem dan panon beureum. Kedua jenis ikan ini dipelihara dalam kolam yang sama dengan kepadatan masing-masing 25 ekor. Pakan yang diberikan adalah pakan komersil sebanyak 3-5 % bobot tubuh perharinya. Penelitian ini berlangsung selama 6 bulan dengan pengambilan data setiap 1 bulan sekali. Data yang diambil adalah data panjang dan bobot ikan, sehingga dapat diketahui pertambahan panjang, bobot, dan biomass. P = Pt Po P Pt Po = Pertambahan Panjang (cm) = Panjang akhir ikan hari ke-t (cm) = Panjang awal ikan (cm) W = Wt Wo W Wt Wo = Pertumbuhan Bobot (g) = Bobot akhir ikan hari ke-t (g) = Bobot awal ikan (g)

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan yang diperoleh selama 6 bulan ditampilkan pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Pertumbuhan Ikan Nilem dan Panon Beureum selama 6 Bulan Masa Pemeliharaan Nilem Waktu Pemeliharaan (bulan) Sintasan (%) Pertambahan Panjang Mutlak Pertumbuhan Bobot Mutlak Pertambahan Biomass Mutlak 6 100 3,92 0,099 cm 46,72 6,675 gram 1167,93 6,675 gram Panon Beureum 6 100 3,72 0,113 cm 47,68 10,375 gram 1192,10 10,375 gram

Jika dilihat dari tabel 1 di atas, ikan panon beureum dan nilem memiliki pertumbuhan dan sintasan yang baik. Ikan panon beureum memiliki pertambahan panjang 3,72 0,113 cm, pertumbuhan bobot 47,68 10,375 gram, dan pertambahan biomass 1192,10 10,375 gram dalam waktu 6 bulan, sedangkan ikan nilem memiliki pertambahan panjang 3,92 0,099 cm, pertumbuhan bobot 46,72 6,675 gram, dan pertambahan biomass 1167,93 6,675 gram dalam waktu 6 bulan.

Gambar 1. Grafik Panjang Rata-rata Ikan Nilem dan Panon Beureum selama 6 bulan

Gambar 2. Grafik Bobot Rata-rata Ikan Nilem dan Panon Beureum selama 6 bulan Dari gambar 1 dan 2 di atas, terlihat bahwa selama pemeliharan 6 bulan, ikan nilem dan panon beureum mempunyai pertumbuhan yang tidak jauh berbeda. Pertumbuhan kedua jenis ikan ini cukup baik, sehingga cukup potensial untuk dijadikan sebagai komoditas lokal pendukung produksi perikanan di daerah Jawa Barat dan juga Indonesia. Banyak faktor yang mempengaruhi kedua jenis ikan ini. Pertumbuhan dipengaruhi oleh faktor genetik, hormon dan lingkungan. Faktor lingkungan yang paling penting adalah zat hara (Fujaya, 2004). Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu factor internal yang meliputi genetik dan kondisi fisiologis ikan serta faktor eksternal yang berhubungan dengan lingkungan. Faktor eksternal tersebut yaitu komposisi kualitas kimia dan fisika air, bahan buangan metabolik, ketersediaan pakan, dan penyakit (Herper and Prugnin, 1984).

Gambar 3. Grafik Rata-rata Biomass Ikan Nilem dan Panon Beureum Selama 6 Bulan

Sedangkan menurut Weatherly and Gill, 1987 dalam M. Ali et al, 2005, pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu makanan, ruang, suhu, salinitas, musim, dan aktivitas fisik. Dalam penelitian ini, faktor suhu air cukup berpengaruh dalam pertumbuhan ikan nilem dan panon beureum, karena suhu air pada lokasi penelitian yang cukup rendah. Ikan nilem dan panon beureum mampu beradaptasi dengan baik pada suhu air yang rendah, karena kedua jenis ikan ini memiliki kisaran suhu normal antara 22 25 oC. Bagi ikan yang tidak mampu beradaptasi terhadap suhu air yang cukup rendah, akan menyebabkan pertumbuhan ikan menjadi lebih lambat. Hardjojo dan Djokosetiyanto (2005) menyatakan bahwa suhu air normal adalah suhu air yang memungkinkan makhluk hidup dapat melakukan metabolisme dan berkembangbiak. Suhu merupakan faktor fisik yang sangat penting di air, karena bersama-sama dengan zat/unsur yang terkandung didalamnya akan menentukan massa jenis air, dan bersama-sama dengan tekanan dapat digunakan untuk menentukan densitas air. Selanjutnya, densitas air dapat digunakan untuk menentukan kejenuhan air. Suhu air sangat bergantung pada tempat dimana air tersebut berada. Kenaikan suhu air di badan air penerima, saluran air, sungai, danau dan lain sebagainya akan menimbulkan akibat sebagai berikut: 1) Jumlah oksigen terlarut di dalam air menurun; 2) Kecepatan reaksi kimia meningkat; 3) Kehidupan ikan dan hewan air lainnya terganggu. Jika batas suhu yang mematikan terlampaui, maka akan menyebabkan ikan dan hewan air lainnya mati.

KESIMPULAN Ikan panon beureum memiliki pertambahan dalam waktu 6 bulan (panjang = 3,72 cm 0,113; bobot = 47,68 gram 10,375; biomass = 1192,10 gram 10,375), sedangkan ikan nilem memiliki pertambahan dalam waktu 6 bulan (panjang = 3,92 cm 0,099; bobot = 46,72 gram 6,675; biomass = 1167,93 gram 6,675).

DAFTAR PUSTAKA Fujaya, Y. 2004. Fisiologi Ikan : Dasar Pengembangan Teknik Perikanan. Penerbit. Rineka Cipta, Jakarta, 179 hal Hardjojo B dan Djokosetiyanto. 2005. Pengukuran dan Analisis Kualitas Air. Edisi Kesatu, Modul 1 - 6. Universitas Terbuka. Jakarta. Herper, B. and Y. Prugnin. 1984. Commercial Fish Farming, With The Special Reference To Fish Culture In Israel. Jhon Wiley and sons. New York

Kottelat, M. 1998 Fishes of the Nam Theun and Xe Bangfai basins, Laos, with diagnoses of twenty-two new species (Teleostei: Cyprinidae, Balitoridae, Cobitidae, Coiidae and Odontobutidae). Ichthyol. Explor. Freshwat. 9(1):1-128. M. Ali, et al. 2005. Comparative study of body composition of different fish species from brackish water pond. Comparative Int. J. Environ. Sci. Tech. Autumn 2005, Vol. 2, No. 3, pp. 229-232. Rainboth, W.J. 1996 Fishes of the Cambodian Mekong. FAO Species Identification Field Guide for Fishery Purposes. FAO, Rome, 265 p. Riehl, R. and H.A. Baensch 1991 Aquarien Atlas. Band. 1. Melle: Mergus, Verlag fr Naturund Heimtierkunde, Germany. 992 p. Sokheng, C., C.K. Chhea, S. Viravong, K. Bouakhamvongsa, U. Suntornratana, N. Yoorong, N.T. Tung, T.Q. Bao, A.F. Poulsen and J.V. Jrgensen 1999 Fish migrations and spawning habits in the Mekong mainstream: a survey using local knowledge (basinwide). Assessment of Mekong fisheries: Fish Migrations and Spawning and the Impact of Water Management Project (AMFC). AMFP Report 2/99. Vientiane, Lao, P.D.R.

Anda mungkin juga menyukai